Balada Pencari Kerja: Wawancara di Grup TV Swasta
Ini cerita saya ketika dipanggil wawancara
oleh satu grup media yang terkenal dengan karyawannya yang berfisik menarik. Tentunya
saya bukan melamar untuk media siar mereka, tetapi untuk media online mereka.
Suatu petang saya melamar di situs pencari
kerja yang saya langgan untuk posisi reporter gaya hidup, dua hari kemudian
perusahaan media itu menghubungi saya untuk wawancara. Saya cukup heran dengan
respons cepat mereka waktu itu, yah mungkin mereka sedang sangat membutuhkan
reporter untuk media online mereka sesegera mungkin.
Saya agak ragu saat itu untuk memutuskan
hadir ke rekrutmen mereka, karena sejujurnya ketertarikan saya itu ke majalah,
sementara ketika saya apply petang itu pertimbangan utamanya
adalah pengalaman baru. Supaya nggak mentok taunya atmosfer majalah saja,
misalnya, itu salah satu alasannya. Well, akhirnya saya hadir lah ke wawancara
itu, dan bertemu belasan pelamar muda lainnya, untuk berbagai divisi dan
posisi. Hari itu kami semua menjalani rangkaian psikotest dan wawancara pararel
dengan HRD perusahaan itu. Di psikotes ada dua mbak HRD yang cantik, yang satu
ramah, sementara yang satu lagi saya pikir dia punya taring yang disembunyikan
di balik bibir tipisnya yang berlipstik itu. hahahaha
Jujur ya, dari semua orang di ruangan saya
saat itu, yang saya pikir merupakan kandidat kuat adalah cowok yang duduk di
sebelah saya. Dia ganteng, selera berbusananya bagus, dan supel. Si mbak HRD
bertaring ini terlihat banget tertarik sama si mas di samping saya itu.
Sementara yang lain dicuekin, si mas ini dibimbing banget ngisi psikotestnya,
padahal yang bingung ngerjainnya nggak hanya dia lho. Dari obrolan setelah
psikotest, saya tahu kalau ia melamar untuk posisi marcomm, dan menyatakan
ekspektasinya untuk posisi itu. Di saat yang sama ia tahu kalau perusahaan itu
juga dikenal nggak ngasih gaji besar untuk karyawannya, dia sih berharap yang
dia dengar itu Cuma berlaku untuk orang-orang lapangannya saja. nah, saat itu
lah mbak-mbak HRD yang cantik-tapi-bertaring tadi memanggil nama kami plus satu
cowok lainnya. Sialnya, nih, ketika saya ikutan bangkit menghampiri mbak
bertaring tadi, tiba-tiba dia bilang bahwa sebaiknya dua orang saja dulu, dan
saya yang diminta menunggu giliran berikutnya.
Ketika menanti itu saya balik lagi, dan
mengobrol sama pelamar lainnya. Dua orang tadi nggak balik-balik dan kami yang
lain diminta menunggu cukup lama, dari jam 11.30 sampai Menjelang pukul 14.00
WIB. Udah jengkel nunggu lama tanpa diberitahu arahan apakah kita boleh
ninggalin lokasi untuk makan siang dan ibadah, ternyata mereka sendiri sedang
rehat makan siang. Saya tahu ini dari mantannya sahabat saya yang tak sengaja saya temui, karena ternyata dia masih kerja di
sana. Kami ketemu ketika ia sedang berkunjung ke HRD untuk mengantarkan dokumen
lamaran temannya. Bagi saya orang-orang HRD itu nggak memperlakukan orang lain dengan layak saja sih, padahal
di perusahaan media tempat saya magang dulu HRD-nya sopan dan memperlakukan
orang dengan setara gitu.
Menjelang pukul dua siang akhirnya mbak
bertaring yang sepertinya sudah kelar makan kembali ke ruangan pelamar dan
memanggil empat nama termasuk saya. Ternyata kami akan wawancara pararel, dan sejujurnya saya
baru tahu ada mode wawancara kerja seperti itu. Pewawancaranya hanya satu,
si mbak bertaring itu, yang menanyai kami satu persatu. Jadi saya bisa tahu si
A jawab apa ketika ditanya tentang X. Yah, pertanyaannya memang berbeda, karena
di beberapa pertanyaan dia hanya mengubah situasi pertanyaan yang dia ajukan
saja. dan dia sering terlihat mencari-cari kesalahan interviewee, membuat mereka
“tersandung” lagi, dan emosi. Saya pikir itu cuma skenario—yang nggak
perlu—jadi ketika giliran saya, saya nggak terlalu mempedulikan ekspresi dan
sindiran-sindirannya dia yang nggak cerdas itu sih. Yah gue bodoh aja
menanggapi ocehan bodoh orang bodoh. Kecewa jelas, karena media sebesar itu
punya HRD macam begitu.
Dari gedung itu saya mampir ke tempat
kerja teman lama saya (yang mantannya saya temui tadi) di daerah kuningan, perusahaan media juga. Di sana saya dan
teman saya itu makan siang bersama beberapa rekan kerjanya, yang salah
satunya adalah alumni media yang tadi saya sambangi. Dia tertawa ketika saya
ceritakan komentar saya tentang proses wawancara tadi. Katanya mereka nggak
perlu kecerdasan, yang utama itu cantik dan ganteng. Tahu, dong, media mana yang dimaksud?
Petang harinya saya dikontak kembali oleh
perusahaan itu dan esoknya saya datang ke kantor mereka. saya kembali
diwawancarai secara personal oleh tiga orang pewawancara. Salah
seorang sahabat saya yang pernah sampai diwawancarai oleh user ini memberi
bocoran tentang dewan pewawancara ini: akan ada satu perempuan berambut pendek
yang nggak bersahabat, satu perempuan berjilbab yang baik hati, dan satu
laki-laki muda yang menurutnya mirip suaminya Titi Kamal. Menurut sahabat saya, cowok ini nanti akan cenderung netral dalam wawancara. Akhirnya saya beneran
berjumpa dengan mereka, dan beneran seperti itu peran mereka dalam wawancara.
Hahaha nggak kreatif!
Ini membuat saya bertanya-tanya lagi sih,
beneran nih mau kerja di tempat macem gini? Apa nantinya nggak sekadar gengsi?
Memang benar ini akan jadi pengalaman baru bekerja di luar majalah, tapi itu
sepadan nggak sama kenyamanan hati? Di situ gajinya nggak besar, dan dengan
lingkungan sosial yang nggak sehat gitu pengalaman apa sih yang gue bela-belain
cari di situ? Nggak tau juga kan. Yah ini memang terdengar bullshit banget sih
ngomongin hal-hal ideal itu. Tapi beneran deh saat ini saya masih ngeyel untuk
nggak bergeser dulu dari minat dan kenyamanan saya menulis untuk majalah.
Dan
akhirnya saya nggak ikutan seleksi berikutnya.
good choice!! aku juga pernah interview di perusahaan tv itu. hhmm...nggak sekedar karyawan nya aja yang mukanya kinclong, tapi satpam depan gerbang pun juga cihuy KW super lah.hahaha...aku setuju dengan pendapat kamu "kerja di tempat dengan lingkungan yang nggak ngenakin hati itu rasanyaaa....pengen ngamuk dan garuk-garuk kepala" (pengalaman pribadi. LOL!)
ReplyDeleteso so so so....kerja itu harus ditempat yang nyaman, lingkungan bersahabat, dan jangan lupa liat juga gajinya kira-kira bisa cukup nggak buat menafkahi lahir dan batin kita. hahahaha.....
semangat buat kita!!!!!!
buat sebagian orang ngomongin idealisme gitu kesannya nggak tau diri cel. but that's ok, the world's going to judge no matter what we do. lagian nggak bisa juga ngendaliin apa yang orang pikir tentang kita kan heheheh
Delete